Manuver koalisi Anies Baswedan: Apa untungnya memilih Cak Imin dan akan kemana AHY?

- Selasa, 5 September 2023 | 07:24 WIB
Anies Baswedan (kiri) dan Muhaimin Iskandar (kanan). Moch Asim/Antara Foto
Anies Baswedan (kiri) dan Muhaimin Iskandar (kanan). Moch Asim/Antara Foto

Oleh Dadang Ilham Kurniawan Mujiono

(*) Faculty member of International Relations Department, Universitas Mulawarman

“Politics is full of surprises” (Politik itu penuh kejutan) menjadi peribahasa yang sesuai untuk menggambarkan situasi politik Indonesia saat ini menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Baru-baru ini publik dikejutkan dengan keputusan Koalisi Perubahan, yang mengusung bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan, untuk meminang Ketua Umum Partai Kesatuan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar–akrab dipanggil Cak Imin–sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres). Koalisi Perubahan ini awalnya terdiri dari Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.

Sabtu lalu, Anies-Cak Imin resmi dideklarasikan oleh Partai Nasdem sebagai pasangan bacapres-bacawapres 2024.

Keputusan tersebut sontak memantik berbagai kontroversi. Keputusan sepihak Nasdem dan PKB untuk mendeklarasikan pasangan tersebut memunculkan berbagai analisis bahwa koalisi tersebut menjadi semakin rapuh, dan pada akhirnya akan bubar.

Terdapat dua pertimbangan politik utama Nasdem dan Anies dalam meminang Cak Imin.

Pertama, elektabilitas Anies di Jawa Timur–yang merupakan basis massa PKB–dan Jawa Tengah relatif rendah.

Meskipun elektabilitas AHY menurut berbagai survei selalu lebih tinggi dibandingkan Cak Imin, AHY dan Demokrat tidak memiliki basis massa NU dan Gusdurian (komunitas yang menggagumi pemikiran Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Presiden RI ke-4).

Jika poros Anies tetap memasangkannya dengan AHY, maka kemungkinan besar Anies akan kalah di Jawa Timur dan Jawa Tengah–provinsi dengan penduduk terbanyak ke-3 dan ke-2 setelah Jawa Barat.

Kedua, Anies masih kerap dianggap sebagai politikus yang sering memainkan isu identitas, terutama identitas agama, dalam politik.

Label politik identitas–yang lebih kepada konservatisme agama–yang melekat pada Anies kemungkinan hanya bisa “diredam” dengan memilih seorang cawapres dari kelompok NU yang cenderung moderat.

Memang, ada pula tokoh-tokoh lainnya yang juga memiliki pengaruh signifikan terhadap akar rumput NU dan Gusdurian, seperti Yenny Wahid, putri dari Gus Dur, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Namun, mereka menolak untuk mendampingi Anies.

Dari dua pertimbangan tersebut, memilih Cak Imin memang tampaknya jadi pilihan rasional. Meskipun kehilangan Demokrat, koalisi ini sekarang mendapatkan PKB.

Halaman:

Editor: Hery FR

Artikel Terkait

Terkini

METAFORA BUNGA MENJELANG PEMILU

Minggu, 24 September 2023 | 07:07 WIB

Konsistensi dalam Branding Politik

Kamis, 14 September 2023 | 08:23 WIB

DTKS yang Responsif

Senin, 11 September 2023 | 08:59 WIB

PARPOL DAN PENDIDIKAN POLITIK

Minggu, 10 September 2023 | 13:13 WIB

PEMILU 2024: Menjaring Caleg Berkualitas

Jumat, 8 September 2023 | 07:52 WIB

MONEY POLITIC: Ancaman Pemilu 2024

Kamis, 7 September 2023 | 07:53 WIB

POLITIK IDENTITAS: Kekuatan atau Kelemahan?

Rabu, 6 September 2023 | 11:46 WIB

PEMILIH CERDAS, PEMIMPIN BERKUALITAS

Selasa, 5 September 2023 | 20:03 WIB

PERAN MEDSOS PADA PEMILU 2024: Merekat atau Memecah?

Minggu, 3 September 2023 | 16:22 WIB

KULIAH ATAU KERJA?

Jumat, 1 September 2023 | 09:18 WIB

Membuka Pintu Digital Melalui Internet Pedesaan

Jumat, 1 September 2023 | 09:12 WIB

REFORMASI SKRIPSI

Kamis, 31 Agustus 2023 | 09:28 WIB

Kekuatan Data: Dukcapil dan Kualitas Data Pemilih

Kamis, 24 Agustus 2023 | 08:17 WIB
X