Oleh: Bahren Nurdin
(Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik)
ISU politik identitas santer dibicarakan pada beberapa Pemilu terakhir.
Saya tentunya harus hati-hati sekali menulis tentang hal ini agar tidak bias.
Secara umum saya hanya ingin menggambarkan bagaimana isu ini tetap ‘hot’ diperbincangkan di kalangan Masyarakat.
Pada Pemilu Presiden 2014 misalnya, isu agama menjadi fokus dalam kampanye.
Salah seorang calon presiden dari kelompok Islam konservatif menarik dukungan kuat dari kalangan Islam konservatif dengan mengidentifikasikan dirinya sebagai pemimpin yang akan memperkuat identitas Islam di Indonesia.
Isu ini mencuat Kembali pada Pemilu Presiden 2019.
Agama juga memainkan peran penting. Seorang calon presiden, mempertahankan citra sebagai pemimpin yang inklusif, sementara lawannya kembali menarik dukungan dari kalangan Islam konservatif.
Selain itu, ada isu identitas etnis yang muncul terutama terkait dengan isu Papua dan hak-hak penduduk asli di wilayah tersebut.
Begitu juga halnya pada Pemilihan Legislatif 2019.
Dalam pemilihan legislatif yang sama tahun 2019, beberapa partai politik berbasis identitas mendapat perhatian.
Beberapa partai politik berusaha memperkuat identitas agama, etnis dan budaya dalam politik.
Dan, tentu masih sangat banyak gambaran bagaimana politik identitas di mainkan dalam berbagai pemilu termasuk pemilihan kepala daerah baik di tingkat provinsi (Pilgub) maupun di tingkat kabupaten (Pilbub/Pilwako), bahkan tidak menutup kemungkinan di tingkat desa. Menarik.
Artikel Terkait
KULIAH ATAU KERJA?
PERAN MEDSOS PADA PEMILU 2024: Merekat atau Memecah?
DEMOKRASI DI ERA TEKNOLOGI: Kampanye Digital dalam Pemilu 2024
Manuver koalisi Anies Baswedan: Apa untungnya memilih Cak Imin dan akan kemana AHY?
PEMILIH CERDAS, PEMIMPIN BERKUALITAS