Kompleksitas Kebijakan dan Konflik di Balik Pengembangan Kawasan

- Senin, 18 September 2023 | 08:08 WIB
Kericuhan di Pulau Rempang
Kericuhan di Pulau Rempang

Yulfi Alfikri Noer S.IP., M.AP
Tenaga Ahli Gubernur Bidang Tata Kelola Pemerintahan

Rencana pembangunan Rempang Eco City telah menjadi topik perdebatan yang hangat di kalangan masyarakat Pulau Rempang sejak informasi tentang proyek ini tersebar luas pada awal Agustus 2023.

Pada hari Kamis, 7 Agustus 2023, Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau menjadi saksi ketegangan yang meletus menjadi kerusuhan. Dalam insiden yang mengguncang Pulau Rempang, petugas dari Polri, TNI, Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP terlibat dalam bentrokan sengit dengan warga setempat.

Kericuhan ini terjadi ketika Badan Pengusahaan (BP) Batam melakukan pengukuran lahan sebagai bagian dari rencana pengembangan kawasan.

Kejadian tragis ini tidak hanya mencuri perhatian nasional, tetapi juga menjadi titik penting yang menggarisbawahi urgensi komunikasi yang efektif antara pemerintah, pengembang, dan komunitas lokal dalam merencanakan pembangunan kawasan yang berkelanjutan dan adil.

Setidaknya ada tiga pertanyaan yang dapat muncul pasca bentrok ini:

Pertama, mengapa warga Rempang begitu berani melawan petugas gabungan dari Polri, TNI, Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP? Pertanyaan ini mengarah pada akar penyebab ketegangan dan protes yang kuat dari masyarakat setempat.

Alasan utamanya terkait dengan kekhawatiran mereka terhadap dampak dari rencana pengembangan terhadap mata pencaharian dan lingkungan mereka. Penting untuk memahami perspektif masyarakat dan mencari solusi yang mempertimbangkan kekhawatiran mereka.

Terlebih, warga Rempang baru mengetahui rencana Pembangunan megaproyek Rempang Eco City pada awal Agustus 2023 dari pemberitaan dan tidak ada sosialisasi resmi dari pemerintah sebelumnya (CNN Indonesia, 15 September 2023).

Kedua, apakah pemerintah tidak memiliki alternatif lain kecuali dengan kekuatan fisik untuk menertibkan warga Rempang? Pertanyaan ini menyoroti apakah pemerintah telah mencoba pendekatan dialog, mediasi, atau negosiasi sebelum mengambil langkah-langkah tegas.

Penggunaan kekuatan fisik harus selalu menjadi opsi terakhir setelah upaya-upaya damai telah dijalankan. Evaluasi terhadap tindakan pemerintah dalam menangani konflik ini menjadi penting untuk memahami apakah ada cara lain yang bisa ditempuh untuk menghindari bentrokan fisik.

Ketiga, bagaimana solusi terbaik untuk kasus ini? Solusi terbaik harus didasarkan pada pendekatan yang memadukan kepentingan semua pihak. Langkah pertama adalah melibatkan perwakilan masyarakat setempat dalam dialog yang konstruktif.

Pemerintah, pengembang, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mencari kesepakatan yang dapat mengakomodasi kekhawatiran masyarakat sekaligus mendorong perkembangan ekonomi yang berkelanjutan.

Penyusunan ulang rencana pengembangan dengan mempertimbangkan masukan masyarakat dan dampak lingkungan adalah salah satu opsi yang dapat diambil.

Halaman:

Editor: Moh Mansyur

Artikel Terkait

Terkini

METAFORA BUNGA MENJELANG PEMILU

Minggu, 24 September 2023 | 07:07 WIB

Konsistensi dalam Branding Politik

Kamis, 14 September 2023 | 08:23 WIB

DTKS yang Responsif

Senin, 11 September 2023 | 08:59 WIB

PARPOL DAN PENDIDIKAN POLITIK

Minggu, 10 September 2023 | 13:13 WIB

PEMILU 2024: Menjaring Caleg Berkualitas

Jumat, 8 September 2023 | 07:52 WIB

MONEY POLITIC: Ancaman Pemilu 2024

Kamis, 7 September 2023 | 07:53 WIB

POLITIK IDENTITAS: Kekuatan atau Kelemahan?

Rabu, 6 September 2023 | 11:46 WIB

PEMILIH CERDAS, PEMIMPIN BERKUALITAS

Selasa, 5 September 2023 | 20:03 WIB

PERAN MEDSOS PADA PEMILU 2024: Merekat atau Memecah?

Minggu, 3 September 2023 | 16:22 WIB

KULIAH ATAU KERJA?

Jumat, 1 September 2023 | 09:18 WIB

Membuka Pintu Digital Melalui Internet Pedesaan

Jumat, 1 September 2023 | 09:12 WIB

REFORMASI SKRIPSI

Kamis, 31 Agustus 2023 | 09:28 WIB

Kekuatan Data: Dukcapil dan Kualitas Data Pemilih

Kamis, 24 Agustus 2023 | 08:17 WIB
X