SALAH satu produk kopi yang unik dari Indonesia adalah kopi luwak.
Namanya cukup sensasional di jagat perkopian. Ada beberapa hal yang menyebabkan kopi ini menarik.
Pertama, kopi luwak difermentasi di lambung luwak. Karena luwak binatang malam, maka mereka memakan kopi di malam hari.
Kedua, jumlah di pasar kopi sangat sedikit karena produksinya sangat mengandalkan seberapa besar luwak menguyah.
Di samping hanya daerah tertentu saja yang sanggup memproduksi secara konsisten.
Mungkin karena keunikan dan kelangkaan itulah kopi jenis ini sangat menarik. Tetapi, apakah jenis ini benar-benar spesial?
Proses Produksi
Sidang pembaca tentu paham, binatang malam ini akan memilih dan memakan kopi yang matangnya berada di tingkat paling optimum.
Mereka tidak memakan sembarang buah. Jika satu dompol kopi berisi 20 biji, biasanya tidak semua matang optimum bersamaan.
Luwak hanya menyeleksi dan memakan yang paling matang. Artinya, buah terpilih yang paling harum.
Yang dimakan itulah yang di pagi harinya dibuang sebagai fases. Kotoran ini kemudian akan dipungut para petani, dicuci lalu dikeringkan.
Itu proses kopi luwak yang alami. Sedangkan yang lain penulis sebut adalah proses yang melibatkan manusia. Luwak dipelihara petani, lalu setiap habis magrib diberi buah kopi.
Ketika penulis menyaksikan proses produksi kopi luwak di daerah Sumowono, Kabupaten Semarang melihat ada kelemahan dan kelebihan model ini.
Daerah ini sendiri berbatasan dengan Kabupaten Temanggung yang merupakan daerah produsen kopi robusta yang terkenal.