SAYA adalah makelar kopi, tinggal di Lauriergracht No 37. ....Lalu, " Maaf, kata saya selalu hormat, saya adalah Tuan Droogstoppel, Batavus Stroogstoppel...Last & Co adalah firma, makelar kopi di Lauriergr..."_
Demikian kalimat pertama di bab satu, dilanjut di bab dua _Max Havelar_ karya Multatuli, nama samaran dari Eduard Douwes Dekker.
Sebuah karya sastra yang ditulis hanya dalam waktu sebulan. Terbit 1860, yang langsung menyedot perhatian dunia kala itu.
Diterjemahkan dalam berbagai bahasa dunia kemudian.
Satu kalimat pembuka itu saja membuat saya menerawang jauh ke sekitar 170an tahun yang lalu.
Apa yang terjadi di perkebunan kopi di daerah-daerah yang dikuasai Belanda saat itu.
Membayangkan bagaimana perkebunan Belanda mempekerjakan tenaga pribumi yang dibayar sangat murah.
Sementara itu, rakyat dipaksa lewat program tanam paksa menanam komoditi yang laku di pasar dunia.
Belanda ketika itu menyadari terjadinya kesenjangan antara permintaan dan penawaran.
Pasar internasional meminta lebih banyak kopi berkualitas tinggi. Maka, dari sinilah muncul perbudakan baik di Afrika, Brasil dan Amerika Latin, dan juga Nusantara.
Sebagai sastrawan yang juga Asisten Residen Multatuli lihai dalam memaknai guncangan zaman menjelang tahun 1900an.
Tetapi pemberontakan raja-raja lokal yang terjadi di Nusantara antara tahun 1800-1900an menjadi produksi _Java_ tak bisa diandalkan.
Amerika Latin
Hal yang mirip juga terjadi di Amerika Latin seperti di Brasil yang dikuasai Portugis.
Artikel Terkait
Romansa Wanita, Kopi dan Coklat
Resep Kopi Lelaki Microwave
Aroma Kopi Merangsang Vitalitas
Kopi, Sekolah Orang Bijaksana
Kopi, Ikhtiar Menunda Tua