SEBENARNYA saya ingin puasa menulis di bulan Ramadhan ini karena takut ghibah. Sederhananya ghibah itu membicarakan orang lain tanpa kehadirannya.
Bila diperluas orang lain itu bisa jadi pihak lain, kelompok lain, lembaga lain dst.
Ghibah juga bisa berbentuk tulisan, tentu saja, entah itu di media massa atau media sosial. Keinginan absen itu gagal karena banyak sekali hal yang merangsang untuk ditulis, salah satunya fenomena di media siber dan media sosial.
Saat menulis sering secara tidak sengaja kita membawa-bawa pihak lain, orang lain. Mungkin maksudnya untuk memperjelas, memberikan contoh, menggambarkan.
Padahal kalau tergolong ghibah maka dosanya amat besar. Diibaratkan memakan bangkai saudara sendiri.
Melakukan itu di bulan suci, mengerikan sekali karena kita sedang berupaya menahan diri dari dosa kecil eh ternyata malah melakukan kesalahan besar.
Satu hal dulu, wartawan yang telah bekerja puluhan tahun pastilah sudah terbentuk watak yang kritis dan memandang sesuatu dengan skeptis.
Curiga, tidak mudah percaya, mempertanyakan, mencoba melihat dari sisi negatif, otomatis muncul kalau ada peristiwa dengan tujuan untuk menyeimbangkan informasi yang datang dari pihak lain.
Hampir tidak ada, atau sedikit sekali, wartawan yang serba maklum dan langsung percaya. Kalau ada press release, pasti dicek dari sumber lain, bagaimana duduk perkaranya.
Bila ada kabar burung pelantikan seseorang, semua kontak akan dihubungi agar ketika peristiwa itu terjadi, informasi yang diperoleh sudah komplet dari semua arah. Ini berpotensi ghibah.
Sifat dasar ini akan terus terbawa di luar pekerjaan. Dalam berbagai perannya di masyarakat, di lingkungan sosial, ataupun organisasi, kecenderungan kritis, mempertanyakan, tidak mudah percaya, salah satunya pastilah muncul.
Selalu ada dinamika, membuat situasi rapat misalnya menjadi ramai, yang memunculkan gagasan-gagasan positif. Dari sisi ini maka kalau ada lembaga yang memasukkan wartawan menjadi pengurus dengan tujuan agar komunikasi dengan pihak luar menjadi mudah, itu hanya separuh benar. Ia menghidupkan organisasi.
***
Soal ghibah ini, saya ingat rekan Ilham Bintang pernah mengundang KH Said Aqil Siradj ke kantor PWI Pusat, agar memberi pemahaman yang benar kepada rekan pengurus.
Artikel Terkait
Catatan Umi Sjarifah : Melihat Dari Dekat Keramahan Taiwan
Erick Thohir, Politik dan Sepak Bola
Analisis Pilihan Masyarakat Terhadap Tahun Politik 2024, Rutinitas atau Kualitas
Blackpink, Kaum Muda dan Nasionalisme
Sketsa Serba- Serbi Sholat Subuh 8, Lebih Takut ke Kamera Daripada Allah?
Merdeka Setelah Pesta Teh
Revolusi Dimulai dari Meja Makan