Oleh Endang Nuryadin, Deputi Direktur Kantor Regional 02 OJK Jawa Barat
SEBAGAI generasi milenial, aku tidak lepas dari ponsel. Rasanya kalau tidak menyentuh ponsel sehari saja, rasanya ada yang kurang. Setiap saat aku selalu pelototi. Sekadar membaca chat WA, WA group, melihat Instagram atau Facebook, up date status.
Semuanya itu cuma untuk kesenangan semata. Hampir seharian waktu kuhabiskan melihat ponsel, sampai malam sebelum tidur. Bangun tidur, ponsel lah yang pertama kali kucari. Hal ini jadi semacam kecanduan.
Suatu ketika, di kampusku datanglah kakak-kakak dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bersama dengan pegawai bank dan perusahaan sekuritas. Mereka melakukan edukasi keuangan. Agak malas rasanya.
Namun paksaan dosen yang menjadikan hasil pertemuan itu menjadi tugas, membuatku mau tak mau ikut. Edukasi keuangan dilakukan tetap dengan prokes Covid-19, dengan cara hybrid, yaitu tatap muka dan on line. Semula aku malas mendengarkan penjelasan edukasi keuangan tersebut. Tapi, ada yang menarik dari sana. Yaitu pentingnya menabung atau investasi sejak dini.
Aku sebagai mahasiswa, kepikiran untuk menabung saja tidak. Uang bulanan yang didapat tidak bersisa. Mana bisa nabung. Salah satu ciri generasi milenial di Indonesia, adalah lebih suka menghabiskan uang untuk pengalaman tertentu, dibandingkan menabung atau investasi.
Intinya, generasi milenial lebih memilih jalan-jalan dari pada menabung (Syarifudin Yusnus, Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK). Kakak-kakak OJK tersebut mengajarkan pentingnya kita merencanakan keuangan dalam hidup, sejak muda.
Seorang mahasiswa harus mengerti tentang literasi dan inklusi keuangan. Apalagi ini pikirku. Literasi dan inklusi keuangan. Literasi keuangan ternyata, artinya kita paham manfaat dan risiko tentang produk keuangan yang dimiliki. Saat ini aku hanya memiliki tabungan dan ATM. Hal ini untuk menampung kiriman orang tua setiap bulan.
Kakak tersebut menjelaskan apa itu tabungan. Ini yang membuatku paham, bahwa memiliki tabungan tersebut banyak sekali manfaatnya. Ada tabungan rencana yang berarti kita merencanakan kebutuhan ke depannya. Selama ini menurut kakak OJK, masyarakat Indonesia banyak mempunyai produk keuangan seperti tabungan bank. Itu yang dinamakan inklusi keuangan, tetapi tidak paham (literate) dengan tabungan bank. Hal ini sesuai dengan survey OJK tahun 2019, menyatakan bahwa masyarakat Indonesia banyak yang memiliki tabungan tetapi tidak paham dengan manfaat produk tabungan ini sendiri.