SAYA memilih kopi kampung! Jika harus memilih satu di antara dua. Kopi kampung biasanya diedarkan oleh bapak-bapak tua keliling kampung.
Dulu, mereka ini tak beda jauh dengan penjual minyak tanah, dan minyak goreng.
Mereka keluar masuk kampung, nyamperin para pelanggannya.
Setelah warung kecil merambah masuk kampung, secara perlahan kisah mereka tergantikan.
Kopi kampung jenis ini biasanya robusta, liberika, dan juga exelsa. Hanya saja, nama-nama itu tidaklah akrab. Pokoknya kopi, rasanya pahit. Baik penjual, atau pun pembeli tidak peduli soal nama.
Mereka membawa beberapa kg saja kopi yang sudah disangrai. Setiap kali ada pembeli, maka kopi ditimbang, lalu digiling di tempat. Biasanya, di boncengan dipasang gilingan kecil.
Sekarang sudah sangat langka. Masuknya industrialisasi kopi yang memproduksi kopi saset menghancurkan mereka.
Dari beberapa sisi, mereka tentu kalah. Kemasan kalah. Citra kalah. Kepraktisan kalah. Tetapi tidak dalam kualitas.
Sudah begitu banyak penelitian dirilis tentang dampak buruk kopi saset. Toh, peringatan bahaya tak memiliki banyak pengaruh.
Demikian juga, pemerintah "diam" saja. Bukan kabar angin bila kopi saset yang bercampur gula itu tidak baik bagi kesehatan, tetapi tetap saja tinggi daya serapnya.
Seorang ahli kopi asal Banyuwangi, Setiawan Subekti berulang ulang mengingatkan potensi bahaya kopi saset yang diminum rutin.
Kopi saset itu kontennya ; sedikit kopi berkualitas rendah dikasih creamer jagung, dan esence.
Beberapa koran dan majalah kesehatan telah mengulas ini. Kenapa juga nggak berpengaruh.
Seperti mudah diduga, masyarakat kita sering tidak peduli pada kesehatan. Atau mungkin, merasa kekebalan tubuhnya kuat.
Artikel Terkait
Aroma Kopi Merangsang Vitalitas
Kopi, Puasa, dan Bau Mulut
Kopi Menyehatkan Liver
Nyimpan Kopi Kok di Freezer
Kopi, Sekolah Orang Bijaksana