BUKANLAH kita berhenti bermain karena kita menua, tapi kita menua karena berhenti bermain.
Bukanlah kita berhenti ngopi karena kita menua, tapi kita menua karena berhenti ngopi.
Kalimat itu tiba-tiba menyeruak dalam perbincangan penuh tawa di salah satu group WA saya.
Dikirim oleh seorang teman yang memilih tinggal di Bandung. Kenapa Bandung? Tentu Anda semua sudah bisa meraba latar belakangnya. Bandung, kota eksotik penuh selera.
Pada intinya, semua orang pengin awet muda. Apalagi wanita. Saya lebih suka kata menunda tua.
Menua pasti, tetapi barangkali bisa kita tunda sejenak.
Dan, orang Jepang menunda tua dengan makan dan minum dengan sangat rigit.
Itulah sebabnya, di negeri itu semakin banyak orang sehat yang berusia 100 tahun.
Tentu sangat beragam jalan menuju sehat di kala tua.
Menua itu pasti, tetapi memilih asupan itu kompromi.
Tua identik dengan rapuh, pikun, dan tanpa vitalitas. Muda identik dengan penuh vitalitas.
Jika guyonan teman saya itu dianggap sesuatu yang serius, tentu kita mesti punya alasan.
Benarkah kopi menunda tua. Atau, benarkah menua karena berhenti ngopi.
Menua bagi laki-laki selalu dihubungkan dengan vitalitas. Lelaki menjadi sesungguhnya lelaki ketika tetap memiliki vitalitas.
Artikel Terkait
Nyimpan Kopi Kok di Freezer
Kopi, Sekolah Orang Bijaksana
Kopi Kampung vs Kopi Saset
Relasi Kopi dengan Anak Kejang
Nektar Kopi Melawan Kerusakan Usus